MAKALAH
Dosen pembimbing:
Nur Solikin,
S.Ag, MH
Oleh :
PROGRAM STUDI
AL AHWAL AL SYAKHSIYYAH
JURUSAN HUKUM ISLAM
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI (IAIN) JEMBER
DESEMBER
2015
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Robbil
‘Alamin, Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Subahanahu wa Ta’ala, karena
berkat Rahmat dan Hidayahnya makalah ini dapat diselesaikan dengan baik dan
Insyaallah sesuai dengan yang diharapkan.Dalammakalahini, kami mencoba membahas
mengenai “PENEGAKAN KASUS
ABORSI DALAM LINTASAN PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM POSITIF” guna memenuhi tugas mata kuliahTata Hukum Indonesia.
Kami menyadari bahwa masih
banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu kami mengharapkan kritik
dan saran guna kesempurnaan makalah kami dikemudian hari dan kami mengucapkan terima
kasih banyak kepada para sahabat maupun rekan yang telah banyak membantu selama
ini.
Dalam penyusunan tugas ini kami menyadari bahwa hasilnya masih
jauh dari sempurna dan tidak terlepas dari kesalahan, hal ini dapat kami
rasakan sebagai akibat pengetahuan yang sangat masih terbatas, oleh karena itu
kami mengharapkan nasehat, saran dan kritik dari semua pihak. Dan semoga Allah SWT senantiasa
memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan dan bimbingannya, Amin……
Jember, Desember 2015 Penulis
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
……...………………………………………………....i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………....ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang...............................................................................1
1.2
Rumusan Masalah..........................................................................2
1.3 TujuanPenulisan..............................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1.Kasus Praktik Aborsi Mbok Yam .......…….................................3
2.2. Pengertian dan HakikatAborsi ...................….............................4
2.3. Macam-macamAborsi………………………………...………....4
2.4. HukumAborsidalam Islam.............................................................5
2.5. AborsidalamPerspektifHukumPositif............................................6
BAB III PENUTUP
3.1.Kesimpulan.....................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Di dalam
KUHP Indonesia pun dikenal adanya
ancaman untuk pelaku tindakan penghilangan hak hidup manusia, dalam hal ini
seperti pembunuhan berencana yang dapat diancam hukuman mati, selain itu ada
juga penganiayaan yang menyebabkan kematian orang lain, termasuk didalamnya
pembunuhan yang dilakukan terhadap bayi yang masih dalam kandungan yang dikenal
dengan tindak pidana aborsi.
Sedangkan
dalam perspektif agama tindakan aborsi juga di larang di lakukan seperti yang dijelaskan dalam Al Qur’an Surat
Al Maidah ayat 32:
Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum)
bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan
karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan
dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya.dan
Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia
telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya telah datang
kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang
jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui
batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.
Selanjutnya mengenai pembunuhan
terhadap janin dalam kandungan, Al Qur’an menjelaskan pada surat Al Isra’ ayat
31
Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu
karena takut kemiskinan.kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga
kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.
Dalam makalah ini, penulis berupaya mengungkap tindak
pidana aborsi yang berhubungan dengan hukum pidana
islam dan hukum positif, dengan tujuan untuk mengetahui
apakah tindak pidana tersebut sudah memenuhi syarat sehingga dapat dijatuhkan
pidana sesuai dengan ancaman yang terdapat dalam uraian-uraian tersebut.
1.2.
Rumusan Masalah
a. Bagaimana Kasus Praktik Aborsi Mbok Yam ?
b.
Bagaimana Pengertian dan Hakikat Aborsi ?
c.
Apa Saja Macam-macam Aborsi ?
d.
Bagaimana Hukum Aborsi dalam Islam ?
1.3.
Tujuan Penulisan
a.
Mengetahui Secara Singkat Kasus
Praktik Aborsi
b.
Mengetahui Pengertian dan
Hakikat Aborsi
c.
Mengetahui Apa Saja Macam-macam
Aborsi
d.
Mengetahui Hukum Aborsi dalam
Islam
e.
Mengetahui Aborsi dalam
Perspektif Hukum Positif
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.2. Pengertian dan Hakikat Aborsi
Kata “aborsi” berasal dari bahasa Inggris, yaitu abortion, dan bahasa latinabortus. Secara etimologis ia berarti “gugur kandungan” atau
“keguguran”. Dalam bahasa arab aborsi disebut dengan al-ijhad
atau isqath al-haml.
Adapun aborsi (isqath al-haml)dalam
pengertian terminologis sebagaimana yang didefinisikan oleh para ulama adalah
penguguran janin yang dikandung perempuan dengan tindakan tertentu sebelum masa
kehamilannya sempurna, baik dalam keadaan hidup maupun mati sebelum si janin
bisa hidup diluar kandungan, namun sebagian anggota tubuhnya sudah terbentuk.[1]
2.3. Macam-macam Aborsi
Selaras dengan definisi yang terdapat dalam kamus besar Indonesia,
maka dikenal dua macam bentuk aborsi, yaitu:
1.
Abortus Spontaneous (aborsi spontan), yaitu aborsi yang terjadi
dengan sendirinya, tidak sengaja, dan tanpa pengaruh dari luar atau tanpa
tindakan.Abortus spontan biasa terjadi karena kecelakaan, penyakit syiphilis,
dan sebagainya.
2.
Abortus provacatus atau abortus arteficiallis, yaitu aborsi yang
dilakukan dengan sengaja. Tindakan semacam ini di bagi dua:
1.
Abortus Provacatus thorapeuticus, yaitu aborsi yang dilakukan atas dasar
pertimbangan medis yang sungguh sungguh dan pada umumnya untuk menyelamatkan
jiwa si ibu.
2.
Abortus Provacatus Criminalis, yaitu aborsi yang dilakukan tanpa
indikasi medis apapun, dan di anggap sebagai tindak pidana.[2]
Aborsi yang
tersebut terakhir inilah yang sering disebut dengan aborsi illegal dan di ancam
hukuman, baik pidana maupun hukum islam. Sementara itu, untuk dua macam aborsi
yang lain, baik hukum pidana maupun hukum islam memberi kalifikasi dan
ketentuan yang berbeda-beda menurut factor penyebabnya, ringan dan beratnya
serta jenis dan sifatnya.
2.4. Hukum Aborsi dalam Islam
Perbedaan mengenai aborsi dalam islam paling tidak mencakup tiga persoalan penting, yakni:
pertama, kapan seorang manusia dianggap mulai hidup, apakan sejak terjadinya
konsepsi atau ketika sudah mencapai usia tertentu; kedua, bagaimana hukum
aborsi, apakah semua aborsi dilarang atau ada aborsi tertentu yang
diperbolehkan; ketiga, bagaimana halnya dengan aborsi diluar perkawinan, baik
karena diperkosa maupun karena berzina, dan apa akibat hukum aborsi dan sanksi
yang dikenakan terhadap pelaku.[3]
Persoalan pertama berkaitan erat dengan pertsnyaan kapan aborsi di
anggap sebagai pembunuhan manusia yang berakibat hukum bagi pelakunya.Persoalan
kedua teekait dengan fakta bahwa aborsi bisa terjadi karena baerbagai sebab,
ada yang disengaja dan ada yang tidak.Terhadap aborsi yang disengajapun perlu
dilakukan pemilahan lebih lanjud, apakah karena alasan medis yang serius atau
Karena tekanan ekonomi, tekanan social, dan sebagainya.Disinilah para ulama
perlu mendiskusikan “Dharurat” yang menjadikan alasan diperbolehkannya
aborsi.Sedangkan persoalan ketiga menyangkut ketentuan-ketentuan yang lebih
rinci akibat hukum aborsi dalam berbagai bentuknya, yang semuanya itu
dimaksudkan untuk mencegah meluasnya aborsi, memberikan efek jera kepada si
pelaku, serta melindungi kehidupan dan moralitas masyarakat dalam kerangka
menjamin terealisasinya maqhasid asy-syari’ah.
Secara garis besar pemikiran hukum yang
berkembang di seputar aborsi adalah:
1.
Haram Mutlak (ala’ al-ittifaq), kecuali ada uzur yang bersifat
daruri.
Seluruh ulama
dari semua madzhab sepakat bahwa aborsi setelah kehamilan melewati masa 120 hari adalah haram, karena pada saat itu
janin telah bernyawa. Maka mengugurkan sama dengan membunuh manusia (anak) yang secara jelas diharamkan oleh Allah.[4]
Setelah janin memiliki ruh, ia
menjadi “manusia” dengan hak hak primernya
(huquq al-insan ad-dharuriyah). Konsekwansinya ia boleh menerima wasiat
dan waqaf, berhak menerima warisan dari ahli waris jika ia lahir dan hidup,
serta memiliki hubungan nasab dengan kedua orang tuanya. Para fuqaha menyatakan
janin setelah 120 hari memiliki ahliyah wujub naqishah.
Aborsi pada usia dia atas 120 hari
hanya boleh dilakukan jika terjadi kondisi “dharurat” seperti ketika siibu
mengalami problem persalinan, dan dokter spesialis menyatakan bahwa
mempertahankan kehamilan akan membahayakan jiwa si ibu. Dalam kondisi seperti
ini, menyelamatkan jiwa si ibu dinilai lebih penting dari pada mempertahankan
janin karena ibuk adalah induk dari mana janin berasal.
2.5
Aborsi dalam Perspektif Hukum Positif
Masalah aborsi dibahas dalam KUHP dan UU no. 23 tahun 1992 tentang
kesehatan. Dalam KUHP, pasal mengenai pengguguran kandungan dimasukkan kedalam
bab mengenai “kejahatan terhadap nyawa”. Dengan demikian secara emplisit
berarti tindak pidana ini dilakukan terhadap korban yang inrerum natura atau berada dalam keadaan in being, yang berarti pula bahwa dia harus berada dalam keadaan
hidup.[5]
Jenis kejahatan ini (aborsi) salah satunya
terdapat pada pasal 346: seorang perempuan yang dengan sengaja mengugurkan anak
dalam kandungannya atau dengan sengaja mengakibatkan matinya si anak yang masih
dalam kandungannya, atau menyuruh orang lain untuk mengakibatkan gugurnya si
anak yang dikandungnya, atau matinya anak yang dikandung, dipidana dengan
penjara paling tinggi empat tahun.
Perbuatan apakah yang dilarang dalam jenis
delik ini?
Adapun perbuatan yang dilarang dalam delik ini di rumuskan dalam tiga jenis perbuatan, yaitu:
Adapun perbuatan yang dilarang dalam delik ini di rumuskan dalam tiga jenis perbuatan, yaitu:
1. Mengugurkan dengan sengaja kandungan yang
masih dalam kandungan si ibu.
2. Mengakibatkan dengan sengaja matinya anak yang
masih dalam kandungan si ibu.
3. Menyuruh orang lain mengugurkan atau
mengakibatkan matinya anak yang ada dalam kandungan si ibu.[6]
Sedangkan dalam pasal yang lain ialah:
1.
Pasal 347 berunsurkan a) barang siapa b) dengan sengaja
c) menyebabkan gugur atau mati kandungannya seorang perempuan d) tidak di
izinkan oleh perempuan itu e) dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun. Ditambah dalam ayat 2, jika karena perbuatan itu perempuan mati
maka dia dihukum penjara selama lamanya lima belas tahun.
2.
Pasal 348 berunsurkan: a) barang siapa b) dengan sengaja
c)menyebabkan gugur atau mati kandungannya seorang perempan d)
dihukum penjara selama lamanya lima tahun enam bulan. Ditambahkan dalam ayat 2,
jika karena itu perempuan mati, maka Iia dihukum penjara selama lamanya tujuh
tahun.
3.
Pasal 349 secara spesifik
menentukan sanksi pidana bagi
mereka yang melakukan aborsi dalam kerangka profesi mereka, yakni membantu
salah satukejahatan yang tersebut dalam pasal 346, 347, dan 348, maka
hukumannya dapat ditambah sepertiga dari yang terdapat dalam ketentuan yang di
langgar dan dapat dipecat dari jabatannya yang digunakan untuk melakukan kejahatan
tersebut. Sebaliknya apabila dokter dan sebaginya itu mengugurkan atau membunh
kandungan untuk menolong jiwa perempuan, atau menjaga kesehatannya tidak
dihukum.
4.
Pasal 350: pada waktu menjatuhkan hukuman karena maker mati
(doodslag), pembunuhan direncanakan
(moord) atau karena salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal
344, 347, dan 348, dapat dijatuhkan hukuman mencabut hak yang tersebut dalam pasal 33 no.1-5.[7]
Sekarang, apalah yang dimaksud dengan
kalimat “ menggugurkan anak yang dalam
kandungan”, atau yang dalam bahasa belanda yang disebut Efdreaving. Akan
tetapi yang mengenai persoalan ini dalam ilmu pengetahuan lazim dipergunakan
dengan istilah romawi yaitu abortus.
Seperti yang telah diterangkan diatas
berkenaan dengan pasal 346, ada tiga jenis perbuatan yang dilarang, yang dapat
di golongkan ke dalam dua golongan yaitu:
1. Perbuatan yang di lakukan oleh ibu sendiri
2. Perbuatan yang dilakukan orang lain atas anjuran
si ibu.[8]
Dalam praktik yang diajukan ke pengadilan pada
umunya adalah orang yang mengugurkan kandungan, sedangkan si perempuan sendiri
lolos dari jeratan hukum. Hal
ini karena ketidak jelasan identitas mereka disamping para terdakwa tidak mau
memberikan kesaksian yang justru memberatkan mereka jika ia mengungkap
identitas orang yang digugurkan kandungannya.
Selain KUHP ketentuan aborsi juga terdapat dalam UU kesehatan No.23
tahun 1992.Namun, UU ini juga menimbulkan kebingungan penafsiran. Dalam pasal
15 dinyatakan:
1.
Dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu atau
janin yang kandungnya dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
2.
Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya
dapat dilakukan:
1)
Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan
tersebut.
2)
Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk
itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan
pertimbangan tim ahli.
3)
Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau
keluarga.
4)
Pada sarana kesehatan tertentu.[9]
Dari pasal di
atas seakan UU ini memperbolehkan penguguran kandungan dengan alasan tertentu.
Akan tetapi, penjelasan pasal ini merumuskan suatu hal yang membingungkan,
yakni:
Tindakan medis
dalam bentuk penguguran kandungan dengan alasan apapun dilarang karena
bertentangan dnegan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan, dan norma
kesopanan. Namun, keadaan darurat
sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu dan atau janin yang dikandungnya
dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
Bagi beberapa orang, “tindakan medis tertentu” diartikan sebagai
aborsi, tetapi disisi lain pemerintah atau pengadilan bisa saja menafsirkannya
sebagai tindakan selain aborsi, sebab pada kalimat awal ditegaskan bahwa
pengguguran kandungan atau alasan apapun dilarang. Yang boleh diambil adalah
“tindakan medis tertentu”.Lebih lenih kalimat terakhir menyebutkan “untuk
menyelamatkan jiwa ibu dan atau janin” yang sudah pasti bukan tindakan aborsi,
karena aborsi tidak pernah menyelamatkan jiwa janin.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
·
Bentuk perbuatan
pidananya adalah aborsi atau menggugurkan janin kandungan, karena adanya akibat
yang ditimbulkan oleh perbuatan tersebut, yaitu gugurnya janin dalam kandungan
tersebut.
·
Perbedaan mengenai aborsi dalam islam paling tidak mencakup tiga persoalan penting, yakni:
pertama, kapan seorang manusia dianggap mulai hidup, apakan sejak terjadinya
konsepsi atau ketika sudah mencapai usia tertentu; kedua, bagaimana hukum
aborsi, apakah semua aborsi dilarang atau ada aborsi tertentu yang
diperbolehkan; ketiga, bagaimana halnya dengan aborsi diluar perkawinan, baik
karena diperkosa maupun karena berzina, dan apa akibat hukum aborsi dan sanksi
yang dikenakan terhadap pelaku.
·
Aborsi pada usia dia atas 120 hari hanya boleh dilakukan
jika terjadi kondisi “dharurat” seperti ketika siibu mengalami problem
persalinan, dan dokter spesialis menyatakan bahwa mempertahankan kehamilan akan
membahayakan jiwa si ibu. Dalam
kondisi seperti ini, menyelamatkan jiwa si ibu dinilai lebih penting dari pada
mempertahankan janin karena ibuk adalah induk dari mana janin berasal.
·
Dalam praktik yang diajukan ke pengadilan pada umunya
adalah orang yang mengugurkan kandungan, sedangkan si perempuan sendiri lolos
dari jeratan hukum. Hal ini karena
ketidak jelasan identitas mereka disamping para terdakwa tidak mau memberikan
kesaksian yang justru memberatkan mereka jika ia mengungkap identitas orang
yang digugurkan kandungannya.
·
Disini ada rasa keragu raguan pemerintah Indonesia dalam
menghadapai masalah aborsi. Alasan medis memang dikemukakan dalam konteks
menjaga nilai-nilai moral, namun tidak jelas apakah aborsi termasuk salah satu
tindakan yang diperbolehkan. Lebih dari itu dalam perundang undangan yang ada
tidak tercantum diktum yang menyatakan persyaratana aborsi, jika itu dipandang
sebagai tindakan darurat, apalagi memberi ruang bagi ibu untuk melakukan aborsi
karena mengalami kehamilan ang idak di inginkan. Ini yang menyebabkan aborsi
menjadi “Dark number of crime” sampai sekarang.
DAFTAR PUSTAKA
https://m.detik.com/news/berita-jawa-timur/2448826/praktik-aborsi-mbok-yam-ternyata-dilakukan-sejak-masih-muda
diakses pada: 08, Desember, 2015, 17:49.
diakses pada: 08, Desember, 2015, 17:49.
Prof. Dr. Dra. Istibsjaroh, BA., SH., MA. Aborsi dan Hak-Hak Reproduksi
dalam Islam. PT LkiS Printing Cemerlang, yokyakarta.
Prof. Dr. Muhammad Amin Suma, MA, SH. Pidana Islam di Indonesia Pelang,
Prospek, dan Tantangan. Pustaka Firdaus, Pejaten Barat.
[1]Prof. Dr. Dra. Istibsjaroh, BA., SH., MA. Aborsi
dan Hak-Hak Reproduksi dalam Islam. PT LkiS Printing Cemerlang, yokyakarta. 19.
[2]Ibid. 21.
[3]Prof. Dr. Dra. Istibsjaroh, BA., SH., MA. Aborsi
dan Hak-Hak Reproduksi dalam Islam. PT LkiS Printing Cemerlang, yokyakarta. 27.
[4]Prof. Dr. Dra. Istibsjaroh, BA., SH., MA. Aborsi
dan Hak-Hak Reproduksi dalam Islam. PT LkiS Printing Cemerlang, yokyakarta. 35.
[5]Ibid. 54.
[6]Prof. Dr. Muhammad Amin Suma, MA, SH. Pidana Islam
di Indonesia Pelang, Prospek, dan Tantangan. Pustaka Firdaus, Pejaten
Barat. 160.
[7]Prof. Dr. Dra. Istibsjaroh, BA., SH., MA. Aborsi
dan Hak-Hak Reproduksi dalam Islam. PT LkiS Printing Cemerlang, yokyakarta. 56.
[8]Prof. Dr. Muhammad Amin Suma, MA, SH. Pidana Islam
di Indonesia Pelang, Prospek, dan Tantangan. Pustaka Firdaus, Pejaten
Barat. 161.
[9]Prof. Dr. Dra. Istibsjaroh, BA., SH., MA. Aborsi
dan Hak-Hak Reproduksi dalam Islam. PT LkiS Printing Cemerlang, yokyakarta. 59.
0 komentar:
Posting Komentar